Saya pernah baca
buku pinjam dari teman, kalau nggak salah nama bukunya The Power of Love.
Isinya tentang kumpulan cerita hikmah. Ada beberapa ceritanya yang masih
tersimpan dalam ingatan. Dan sekarang saya akan mencoba menuturkannya kembali
walaupun tidak sama dengan versi aslinya mudah-mudahan pesan yang disampaikan
sama. Berikut salah satu ceritanya.
Hatimu adalah
wadah itu.
Ada seorang
pemuda yang diliputi kesedihan yang mendalam. Kegelisahan menghantui hatinya, wajahnya
mencerminkan kedukaan, tidur tak nyenyak, makan tak enak, ini salah itu salah, melakukan
apa pun malas. Mencoba minum obat yang katanya penambah semangat tak ampuh sama
sekali, acara lawakan yang sebelumnya suka membuatnya tertawa kini terlihat
garing.
Lalu ia pun
berpikir, “bagaimana ini apakah aku akan seperti ini terus?”. Selanjutnya ia
pun pergi ke sana ke mari untuk mencari obat untuk mengobati hatinya. Tak ada
kota yang tak didatanginya dan tak ada desa yang tak disambanginya demi mencari
penyembuh jiwanya itu.
Hingga pada suatu
ketika, ia mendengar bahwa ada seorang kakek tua yang terkenal akan
kearifannya. Kakek itu suka membantu orang-orang yang ditimpa kesusahan,
menjadi tempat bertanya, tempat mengadu penduduk di sekitarnya. Tanpa pikir
panjang ia pun melangkah menuju rumah kakek tua itu.
Setelah sampai di
rumahnya ia pun mengutarakan maksud tujuannya kedatangannya. “Kek, tolonglah
aku, bantulah aku, aku tidak bisa berpikir, aku tidak bisa menyelesikan
permasalan hatiku ini. Setiap hari aku diliputi kecemasan memikirkan masalah
yang menimpa diriku”, kata si pemuda mencurahkan perasaannya. Si kakek hanya
diam saja. Pemuda itu berkata lagi, “Kek, tolonglah obati saya, tolong
singkirkan kegelisan dalam hatiku ini !. Si kakek hanya berkata, “ayo, ikut !”.
Masih dalam
kegelisahannya pemuda itu mengikuti langkah si kakek, dalam pikirnya
terserahlah mau dibawa ke mana yang penting kegalauan hatinya sembuh.
Pemuda itu dibawa
si kakek lumayan jauh. Menyusuri jalan setapak di pinggiran hutan. Bagai kerbau
dicocok hidungnya pemuda itu hanya mengikuti si kakek dari belakang tanpa
bertanya sedikit pun.
Akhirnya
sampailah mereka di sebuah talaga. Telaganya sangat indah, airnya begitu
jernih, menggoda setiap orang yang lewat untuk meminumnya.
Kemudian si kakek
merogoh-rogoh tasnya, ia pun mengeluarkan sebuah gelas dan sebuah wadah berisi
garam. Si kakek kemudian berbuat seperti
layaknya meramu kopi, dengan gelas ditangan, airnya air telaga, dan bukan kopi
dan gula, melainkan garam. Setelah selesai, ia serahkan gelas yang berisi air
telaga dan garam tersebut ke pemuda tersebut untuk diminum.
Walaupun bingung
tidak mengerti apa maksud si kakek, tapi demi kesembuhannya ia pun meminumnya.
Belum habis meminumnya, pemuda itu sudah kedahuluan muntah-muntah. Si kakek
bertanya, “bagaimana rasanya?”. Sambil terbatuk-batuk pemuda itu menjawab,
“tidak enak kek, asin, pahit, pokoknya tidak enak”. Kemudian si kakek menuju
telaga. Ditaburnya garam lalu diaduk-aduknya.
“Nah, sekarang
minum air telaga ini” , pinta si kakek. Pemuda itu pun meminum air telaga
tersebut dengan tangannya. Si kakek bertanya, “Bagaimana rasanya?”. Si pemuda
sambil tersenyum menjawab, “Air telaga itu sungguh menyegarkan”.
Si kakek kemudian
berkata, “Anakku, gelas dan telaga ini adalah wadah tempat menampung perasaanmu,
dan garam tadi laksana segala macam kepahitan, kepedihan, kedukaan, dan
kesengsaraan yang menempati hati kita. Oleh sebab itu jangan jadikan hatimu
seperti gelas, tapi jadikanlah laksana telaga yang mampu meredam segala
kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagian”.
Pemuda tersebut
kemudian pamit pulang dan mengucapkan terima kasih pada si kakek karena telah
membukakan jalan pada pencerahan jiwanya. Dalam perjalanan ia pun tersenyum,
dan kemudian teringat ayat dalam kitab-Nya mengenai do’a nabi Musa meminta
kelapangan hati.
“Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,
dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah
kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku”(QS. Thaahaa, 20, 25-28)
“Hatimu adalah
wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung
segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas. Buatlah
laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi
kesegaran dan kebahagiaan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar