Kamis, 17 April 2014

Hikmah Dibalik Cerita



Saya pernah baca buku pinjam dari teman, kalau nggak salah nama bukunya The Power of Love. Isinya tentang kumpulan cerita hikmah. Ada beberapa ceritanya yang masih tersimpan dalam ingatan. Dan sekarang saya akan mencoba menuturkannya kembali walaupun tidak sama dengan versi aslinya mudah-mudahan pesan yang disampaikan sama. Berikut salah satu ceritanya.
Hatimu adalah wadah itu.
Ada seorang pemuda yang diliputi kesedihan yang mendalam. Kegelisahan menghantui hatinya, wajahnya mencerminkan kedukaan, tidur tak nyenyak, makan tak enak, ini salah itu salah, melakukan apa pun malas. Mencoba minum obat yang katanya penambah semangat tak ampuh sama sekali, acara lawakan yang sebelumnya suka membuatnya tertawa kini terlihat garing.
Lalu ia pun berpikir, “bagaimana ini apakah aku akan seperti ini terus?”. Selanjutnya ia pun pergi ke sana ke mari untuk mencari obat untuk mengobati hatinya. Tak ada kota yang tak didatanginya dan tak ada desa yang tak disambanginya demi mencari penyembuh jiwanya itu.
Hingga pada suatu ketika, ia mendengar bahwa ada seorang kakek tua yang terkenal akan kearifannya. Kakek itu suka membantu orang-orang yang ditimpa kesusahan, menjadi tempat bertanya, tempat mengadu penduduk di sekitarnya. Tanpa pikir panjang ia pun melangkah menuju rumah kakek tua itu.
Setelah sampai di rumahnya ia pun mengutarakan maksud tujuannya kedatangannya. “Kek, tolonglah aku, bantulah aku, aku tidak bisa berpikir, aku tidak bisa menyelesikan permasalan hatiku ini. Setiap hari aku diliputi kecemasan memikirkan masalah yang menimpa diriku”, kata si pemuda mencurahkan perasaannya. Si kakek hanya diam saja. Pemuda itu berkata lagi, “Kek, tolonglah obati saya, tolong singkirkan kegelisan dalam hatiku ini !. Si kakek hanya berkata, “ayo, ikut !”.
Masih dalam kegelisahannya pemuda itu mengikuti langkah si kakek, dalam pikirnya terserahlah mau dibawa ke mana yang penting kegalauan hatinya sembuh.
Pemuda itu dibawa si kakek lumayan jauh. Menyusuri jalan setapak di pinggiran hutan. Bagai kerbau dicocok hidungnya pemuda itu hanya mengikuti si kakek dari belakang tanpa bertanya sedikit pun.
Akhirnya sampailah mereka di sebuah talaga. Telaganya sangat indah, airnya begitu jernih, menggoda setiap orang yang lewat untuk meminumnya.
Kemudian si kakek merogoh-rogoh tasnya, ia pun mengeluarkan sebuah gelas dan sebuah wadah berisi garam.  Si kakek kemudian berbuat seperti layaknya meramu kopi, dengan gelas ditangan, airnya air telaga, dan bukan kopi dan gula, melainkan garam. Setelah selesai, ia serahkan gelas yang berisi air telaga dan garam tersebut ke pemuda tersebut untuk diminum.
Walaupun bingung tidak mengerti apa maksud si kakek, tapi demi kesembuhannya ia pun meminumnya. Belum habis meminumnya, pemuda itu sudah kedahuluan muntah-muntah. Si kakek bertanya, “bagaimana rasanya?”. Sambil terbatuk-batuk pemuda itu menjawab, “tidak enak kek, asin, pahit, pokoknya tidak enak”. Kemudian si kakek menuju telaga. Ditaburnya garam lalu diaduk-aduknya.  
“Nah, sekarang minum air telaga ini” , pinta si kakek. Pemuda itu pun meminum air telaga tersebut dengan tangannya. Si kakek bertanya, “Bagaimana rasanya?”. Si pemuda sambil tersenyum menjawab, “Air telaga itu sungguh menyegarkan”.
Si kakek kemudian berkata, “Anakku, gelas dan telaga ini adalah wadah tempat menampung perasaanmu, dan garam tadi laksana segala macam kepahitan, kepedihan, kedukaan, dan kesengsaraan yang menempati hati kita. Oleh sebab itu jangan jadikan hatimu seperti gelas, tapi jadikanlah laksana telaga yang mampu meredam segala kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagian”.
Pemuda tersebut kemudian pamit pulang dan mengucapkan terima kasih pada si kakek karena telah membukakan jalan pada pencerahan jiwanya. Dalam perjalanan ia pun tersenyum, dan kemudian teringat ayat dalam kitab-Nya mengenai do’a nabi Musa meminta kelapangan hati.



 “Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku”(QS. Thaahaa, 20, 25-28)

“Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas. Buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar