Saya mengumpulkan catatan tentang nama Indonesia sudah setahun yang lalu. Gak tahu tiba-tiba penasaran saja mengapa nama negara kita Indonesia? lalu saya cari lewat mbah google, lalu saya temukan beberapa artikel. Yang saya ingat dan catat ialah sumber dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_nama_Indonesia, 28 Maret 2013. dan mohon maaf ke sumber-sumber lain tidak saya cantumkan karena lupa mencatatnya.
Mengapa saya mengepost catatan ini sekarang karena beberapa minggu kemarin saya nonton acara Kickandy di Metro. Acara itu menampilkan narasumber Dr. Arkand Bodhana Zeshaprajna. Ia adalah seorang metafisikawan. Ia mengklaim dapat memprediksi apa yang akan terjadi pada seseorang, perusahaan, bahkan negara dengan rumus tertentu yang telah dia ciptakan, cukup dengan memasukkan nama dan tanggal lahirnya saja.
Kemudian ia mengkampanyekan agar nama negara Indonesia diganti menjadi Nusantara. Karena berdasarkan perhitungannya, Indonesia akan menjadi kacau, akan terjadi perpecahan beberapa tahun ke depan. Percaya atau tidak percaya, kembali kepada diri anda sendiri.
"Nama", menurut kamus besar bahasa Indonesia artinya
1 kata untuk menyebut atau memanggil orang (tempat, barang, binatang, dsb): -- anjing itu Miki;
2 gelar; sebutan: dikaruniai -- Adipati; -- nya saja pegawai tinggi, tetapi kekuasaannya tidak ada;
3 kemasyhuran; kebaikan (keunggulan); kehormatan: ia beroleh (mendapat) --;menodai -- orang tua, ki merusak harga diri orang tua; telah rusak -- nya, ki telah hilang kebaikannya; menjaga -- baik, ki menjaga harga diri;
Menurut saya, nama adalah salah satu ciri dari sesuatu itu ada. Sesuatu itu ada karena ada namanya.
Dan nama merupakan doa. Tentunya seseorang dalam memberikan nama, baik kepada anaknya, perusahaan yang akan didirikan, bahkan kepada hewan yang akan dipeliharanya pastinya akan memberikan nama-nama yang baik. Ia mengharapkan agar nama itu cerminan dari apa yang dinamainya. Contohnya seorang ayah menamai anaknya Abdurrahman dengan harapan kelak ia menjadi orang yang penyayang, atau Soleh menjadi anak yang soleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? berikut akan saya perlihatkan catatan saya mengapa negara kita namanya Indonesia.
Kenapa negara kita namanya Indonesia ?
Catatan masa lalu menyebut
kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka nama.
Kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai
("Kepulauan Laut Selatan").
Berbagai catatan kuno
bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara
("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau)
dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau
Emas", diperkirakan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di
Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir
al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan
Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax
sumatrana
yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih
sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang
Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah
(Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi
("semuanya Jawa").
Bangsa-bangsa Eropa
yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas
antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Jazirah Asia Selatan
mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia
Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia
(Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien)
atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes
Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu"
(Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Unit politik yang berada di bawah jajahan
Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo
(Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.
Eduard
Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama
samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan
kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang artinya juga
"Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin
"insula" berarti pulau). Nama "Insulinde" ini
selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan
organisasi pergerakan di awal abad ke-20.
Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of
the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia
Timur")), yang dikelola oleh James
Richardson Logan
(1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas
Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel
Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):
"...
Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi
"Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu)
daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras
Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang
menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV
itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology
of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia").
Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan
tanah air kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan
Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama
Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o
agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):
"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung
"Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari
bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan
secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan
ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para
ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas
Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des
Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan
Melayu") sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika
mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah
"Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul
anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang
tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van
Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah
"Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau.
Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia")..
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai akibatnya, pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de
toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut
"Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat
menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia
menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan
dan mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan, dan untuk mewujudkannya
tiap orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala tenaga dan
kemampuannya."
Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische
Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal
Indonesische Padvinderij (Natipij).
Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama
"Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai
nama tanah air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia
tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad
Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi
kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië diresmikan sebagai
pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak.
Sementara itu, Kamus Poerwadarminta yang diterbitkan pada tahun yang sama mencantumkan lema nusantara sebagai bahasa Kawi untuk "kapuloan (Indonesiah)".Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia-Belanda". Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar